Get Gifs at CodemySpace.com

Selasa, 25 Oktober 2011

Tugas II Softskill Bahasa Indonesia

Diksi (Pilihan Kata), Gaya Bahasa (Majas), Kalimat Efektif


DIKSI (PILIHAN KATA)

Dalam   kehidupannya,   manusia   tidak   lepas   dari   kegiatan   berbahasa.
Dengan bahasa, manusia menyampaikan ide dan gagasannya kepada sesamanya. Terdapat   perbendaharaan   kata   dalam  sebuah   bahasa   sebagai   alat   komunikasi. Tapi,   walaupun   begitu,   tidak   serta  merta   seseorang  menggunakan   kata-kata tersebut secara sembarangan. Seseorang perlu memperhatikan masalah diksi agar tercipta  komunikasi  yang efektif  dan  tidak ada kesalahpahaman dalam  sebuah proses komunikasi.

Diksi  adalah pemilihan kata yang  tepat  dalam suatu proses komunikasi
untuk mempertegas maksud pembicara agar tidak terjadi kesalahpahaman antara pembicara  dengan pendengar   tentang  ide dan gagasan yang disampaikan. Jika diksi   yang   dipakai   tidak   sesuai   dengan   konteks,   maka   akan   terjadi kesalahpahaman tentang ide dan gagasan yang disampaikan. Di samping itu, pemilihan kata itu harus pula sesuai dengan situasi dan tempat penggunaankata-kata itu.
 
Hal yang utama mengenai diksi adalah
  1. Pilihan kata atau diksi mencakup pengertian kata-kata mana yang dipakai untuk menyampaikan suatu gagasan, bagaimana membentuk pengelompokan kata-kata yang tepat atau menggunakan ungkapan-ungkapan yang tepat, dan gaya mana yang paling baik digunakan dalam suatu situasi.
  2. Pilihan kata atau diksi adalah kemampuan membedakan secara tepat nuansa-nuansa makna dari suatu gagasan yang ingin disampaikan, dan kemampuan untuk menemukan bentuk yang sesuai (cocok) dengan situasi dan nilai rasa yang dimiliki kekompok masyarakat pendengar.
  3. Pilihan kata yang tepat dan sesuai hanya dimungkinkan oleh penguasaan sejumlah besar kosa kata atau pembendaharaan kata bahasa itu. Sedangkan yang dimaksud perbendaharaan kata atau kosa kata suatu bahasa adalah keseluruhan kata yang dimiliki oleh sebuah bahasa.
Ketepatan dan Kesesuaian Penggunaan Diksi

Pemakaian kata mencakup dua masalah pokok, yakni pertama, masalahketepatan memiliki kata untuk mengungkapkan sebuah gagasan atau ide. Kedua, masalah kesesuaian atau kecocokan dalam mempergunakan kata tersebut. Menurut keraf (2002 : 87) “Ketepatan pilihan kata mempersoalkan kesanggupan sebuah kata untuk menimbulkan gagasan-gagasan yang tepat pada imajinasi pembaca atau pendengar, seperti apa yang dipikirkan atau dirasakan oleh penulis atau pembaca”. Masalah pilihan akan menyangkut makna kata dan kosa katanya akan memberi keleluasaan kepada penulis, memilih kata-kata yang dianggap paling tepat mewakili pikirannya. Ketepan makna kata bergantung pada kemampuan penulis mengetahui hubungan antara bentuk bahasa (kata) dengan referennya.

Seandainya kita dapat memilih kata dengan tepat, maka tulisan atau pembicaraan kita akan mudah menimbulkan gagasan yang sama pada imajinasi pembaca atau pendengar, seperti yang dirasakan atau dipikirkan oleh penulis atau pembicara. Mengetahui tepat tidaknya kata-kata yang kita gunakan, bisa dilihat dari reaksi orang yang menerima pesan kita, baik yang disampaikan secara lisan maupun tulisan. Reaksinya bermacam-macam, baik berupa reaksi verbal, maupun reaksi nonverbal seperti mengeluarkan tindakan atau perilaku yang sesuai dengan yang kita ucapkan. Agar dapat memilih kata-kata yang tepat, maka ada beberapa syarat yang harus diperhatikan berikut ini.

a. Kita harus bisa membedakan secara cermat kata-kata denitatif dan konotatif; bersinonim dan hampir bersinonim; kata-kata yang mirip dalam ejaannya, seperti :bawah-bawah, koorporasi-korporasi, interfensi-interferensi.

b. Hindari kata-kata ciptaan sendiri atau mengutip kata-kata orang terkenal belum diterima di masyarakat.

c. Waspadalah dalam menggunaan kata-kata yang berakhiran asing atau bersufiks bahasa asing, seperti :Kultur-kultural, biologi-biologis, idiom-idiomatik, strategi-strategis, dan lain-lain

d. Kata-kata yang menggunakan kata depan harus digunakan secarai diomatik, seperti kata ingat harus ingat akan bukan ingat terhadap, membahayakan sesuatu bukan membahayakan bagi, takut akan bukan takut sesuatu.

e. Kita harus membedakan kata khusus dan kata umum.

f. Kita harus memperhatikan perubahan makna yang terjadi pada kata-kata sudah dikenal.

g. Kita harus memperhatikan kelangsungan pilihan kata.
 

Pilihan kata atau diksi bukan hanya memilih kata-kata yang cocok dan tepat untuk digunakan dalam mengungkapkan gagasan atau ide, tetapi juga menyangkut persoalan fraseologi (cara memakai kata atau frase di dalam konstruksi yang lebih luas, baik dalam bentuk tulisan maupun ujaran), ungkapan, dan gaya bahasa. Fraseologi mencakup persoalan kata-kata dalam pengelompokan atau susunannya, atau menyangkut cara-cara yang khusus berbentuk ungkapan-ungkapan. Pemilihan gaya bahasa yang akan digunakan merupakan kegiatan memilih kata menyangkut gaya-gaya ungkapan secara individu.

Orang yang banyak menguasai kosakata akan lebih mudah memilih kata-kata tepat untuk digunakan dalam menyampaikan gagasannya. Orang yang kurang banyak menguasai kosakata terkadang tidak bisa menempatkan kata terutama yang bersinonim, seperti kata meneliti sama artinya dengan kata menyelidiki, mengamati, dan menyidik. Kata-kata turunannya penelitian, penyelidikan, pengamatan, dan penyidikan. Orang yang menguasai banyak kosakata tidak akan menerima bahwa kata-kata tersebut mengandung arti sama, karena bisa menempatkan kata-kata itu dengan cermat sesuai dengan konteksnya. Sebaliknya orang yang tidak menguasai kosakata akan mengalami kesulitan karena tidak mengetahui ada kata yang lebih tepat, dan tidak mengetahui ada perbedaan dari kata-kata yang bersinonim itu. Dengan demikian, menurut Keraf (2002: 14) diksi :

a. Mencakup pengertian kata-kata yang dipakai untuk menyampaikan suatugagasan, cara menggabungkan kata-kata.

Yang tepat, dan gaya yang paling baik digunakan dalam situasi tertentu;

b. Diksi adalah kemampuan secara tepat membedakan nuansa-nuansa makna dari gagasan yang ingin disampaikan, dan kemampuan untuk menemukan bentuk yang sesuai dengan situasi dan nilai rasa yang dimiliki kelompok masyarakat pendengar atau pembaca.

c. Diksi yang tepat dan sesuai hanya dimungkinkan oleh penguasaan kosakata banyak. 
 


GAYA BAHASA (MAJAS)

Gaya bahasa adalah cara mengungkapkan perasaan atau pikiran dengan bahasa sedemikian rupa, sehingga kesan dan efek terhadap pembaca atau pendengar dapat dicapai semaksimal dan seintensif mungkin.
Berikut adalah berbagai ragam gaya bahasa dan contoh penggunaannya dalam Bahasa Indonesia.
I. GAYA BAHASA PENEGASAN

1. Alusio
Gaya bahasa yang menggunakan peribahasa yang maksudnya sudah dipahami umum.
 
Contoh :
Dalam bergaul hendaknya kau waspada.
Jangan terpedaya dengan apa yang kelihatan baik di luarnya saja.
Segala yang berkilau bukanlah berarti emas. 
2. Antitesis
Gaya bahasa penegasan yang menggunakan paduan kata-kata yang artinya bertentangan.
 
Contoh :
Tinggi-rendah harga dirimu bukan elok tubuhmu yang menentukan, tetapi kelakuanmu. 
3. Antiklimaks
Gaya bahasa penegasan yang menyatakan beberapa hal berturut-turut, makin lama makin rendah tingkatannya.

Contoh :
Kakeknya, ayahnya, dia sendiri, anaknya dan sekarang cucunya tak luput dari penyakit keturunan itu. 
4. Klimaks
Gaya bahasa penegasan yang menyatakan beberapa hal berturut-turut, makin lama makin tinggi tingkatannya.

Contoh :
Di dusun-dusun, di desa-desa, di kota-kota, sampai ke ibu kota, hari proklamasi ini dirayakan dengan meriah. 
5. Antonomasia
Gaya bahasa yang mempergunakan kata-kata tertentu untuk menggantikan nama seseorang. Kata-kata ini diambil dari sifat-sifat yang menonjol yang dimiliki oleh orang yang dimaksud.

Contoh : 
Si Pelit den Si Centil sedang bercanda di halaman rumah Si Jangkung. 
6. Asindeton
Gaya bahasa penegasan yang menyebutkan beberapa hal berturut-turut tanpa menggunakan kata penghubung.

Contoh :
Buku tulis, buku bacaan, majalah, koran, surat-surat kantor semua dapat anda beli di toko itu. 
7. Polisindeton
Gaya bahasa yang menyebutkan beberapa hat berturut-turut dengan menggunakan kata penghubung (kebalikan asindeton).

Contoh :
Buku tulis, majalah, dan surat-surat kantor dapat di beli di toko itu. 
8. Elipsis
Gaya bahasa yang menggunakan kalimat elips (kalimat tak lengkap), yakni kalimat yang predikat atau subjeknya dilesapkan karena dianggap sudah diketahui oleh lawan bicara.

Contoh :
“Kalau belum jelas, akan saya jelaskan lagi.”
“Saya khawatir, jangan-jangan dia ….” 
9. Eufemisme
Gaya bahasa atau ungkapan pelembut yang digunakan untuk tuntutan tatakrama atau menghindari kata-kata pantang (pamali, tabu), atau kata-kata yang kasar dan kurang sopan.

Contoh :
Putra Bapak tidak dapat naik kelas karena kurang mampu mengikuti pelajaran.
Pegawai yang terbukti melakukan korupsi akan dinonaktifkan. 
10. Hiperbolisme
Gaya bahasa penegasan yang menyatakan sesuatu hal dengan melebih-lebihkan keadaan yang sebenarnya.

Contoh :
Suaranya mengguntur membelah angkasa.
Air matanya mengalir menganak sungai. 
11. Interupsi
Gaya bahasa penegasan yang mempergunakan kata-kata atau frase yang disisipkan di tengah-tengah kalimat.

Contoh :
Saya, kalau bukan karena terpaksa, tak mau bertemu dengan dia lagi.
 12. Inversi
Gaya bahasa dengan menggunakan kalimat inversi, yakni kalimat yang predikatnya mendahului subjek. Hal ini sengaja dibuat untuk memberikan ketegasan pada predikatnya.

Contoh :
Pergilah ia meninggalkan kampung halamannya untuk mencari harapan baru di kota. 
13. Koreksio
Gaya bahasa yang menggunakan kata-kata pembetulan untuk mengoreksi (menggantikan kata yang dianggap salah).

Contoh :
Setelah acara ini selesai, silakan saudara-saudara pulang. Eh, maaf, silakan saudara-saudara mencicipi hidangan yang telah tersedia. 
14. Metonimia
Gaya bahasa yang mempergunakan sebuah kata atau sebuah nama yang berhubungan dengan suatu benda untuk menyebut benda yang dimaksud. Misal, penyebutan yang didasarkan pada merek dagang, nama pabrik, nama penemu, dun lain sebagainya.

Contoh :
Ayah pergi ke Bandung mengendarai Kijang.
Udin mengisap Gentong, Husni mengisap Gudang Garam. 
15. Paralelisme
Gaya bahasa pengulangan seperti repetisi yang khusus terdapat dalam puisi. Pengulangan di bagian awal dinamakan anafora, sedang di bagian akhir disebut epifora.

Contoh Anafora :
Sunyi itu duka
Sunyi itu kudus
Sunyi itu lupa
Sunyi itu lampus
Contoh Epifora :
Rinduku hanya untukmu
Cintaku hanya untukmu
Harapanku hanya untukmu 
16. Pleonasme
Gaya bahasa penegasan yang menggunakan kata-kata yang sebenarnya tidak perlu karena artinya sudah terkandung dalam kata sebelumnya.

Contoh :
Benar! Saya melihat dengan mata kepala saya sendiri, bahwa Tono berkelahi di tempat itu.
Dia maju dua langkah ke depan. 
 17. Parafrase
Gaya bahasa penguraian dengan menggunakan ungkapan atau frase yang lebih panjang daripada kata semula. Misal, pagi-pagi digantikan ketika sang surya merekah di ufuk timur; materialistis diganti dengan gila harta benda.

Contoh :
”Pagi-pagi Ali pergi ke sawah.” dijadikan “Ketika mentari membuka lembaran hari, anak sulung Pak Sastra itu melangkahkan kakinya ke sawah.” 
18. Repetisi
Gaya bahasa penegasan yang mengulang-ulang sebuah kata berturut-turut dalam suatu wacana. Gaya bahasa jenis ini sering dipakai dalam pidato atau karangan berbentuk prosa.

Contoh : 
Harapan kita memang demikian, dan demikian pula harapan setiap pejuang.
Sekali merdeka, tetap merdeka! 
19. Retoris
Gaya bahasa penegasan yang menggunakan kalimat tanya, tetapi sebenannya tidak bertanya.

Contoh :
Bukankah kebersihan adalah pangkal kesehatan?
Inikah yang kau namakan kerja? 
20. Sinekdoke
Gaya bahasa ini terbagi menjadi dua yaitu : (a) Pars pro toto (gaya babasa yang menyebutkan sebagian untuk menyatakan keseluruhan) dan (b) Totem pro parte (gaya bahasa yang menyebutkan keseluruhan untuk menyatakan sebagian).
Contoh Pars pro toto :
Setiap kepala diwajibkan membayar iuran Rp1.000,00.
Sudah lama ditunggu-tunggu, belum tampak juga batang hidungnya.

Contoh Totem pro parte : 
Cina mengalahkan Indonesia dalam babak final perebutan Piala Thomas. 
21. Tautologi
Gaya bahasa penegasan yang menggunakan kata-kata yang sama artinya dalam satu kalimat.
 
Contoh :
Engkau harus dan wajib mematuhi semua peraturan.
Harapan dan cita-citanya terlalu muluk.
II. GAYA BAHASA PEMBANDINGAN

1. Alegori
Gaya bahasa perbandingan yang membandingkan dua buah keutuhan berdasarkan persamaannya secara menyeluruh.
 
Contoh :
Kami semua berdoa, semoga dalam mengarungi samudra kehidupan ini, kamu berdua akan sanggup menghadapi badai dan gelombang. 
2. Litotes
Gaya bahasa perbandingan yang menyatakan sesuatu dengan memperendah derajat keadaan sebenarnya, atau yang menggunakan kata-kata yang artinya berlawanan dari yang dimaksud untuk merendahkan diri.

Contoh :
Dari mana orang seperti saya ini mendapat uang untuk membeli barang semahal itu.
Silakan, jika kebetulan lewat, Saudara mampir ke pondok saya. 
3. Metafora
Gaya bahasa perbandingan yang membandingkan dua hal yang berbeda berdasarkan persamaannya.

Contoh :
Gelombang demonstrasi melanda pemerintah orde lama.
Semangat juangnya berkobar, tak gentar menghadapi musuh. 
4. Personifikasi atau Penginsanan
Gaya babasa perbandingan. Benda-benda mati atau benda-benda hidup selain manusia dibandingkan dengan manusia, dianggap berwatak dan berperilaku seperti manusia.

Contoh :
Bunyi lonceng memanggil-manggil siswa untuk segera masuk kelas.
Nyiur melambai-lambai di tepi pantai. 
5. Simile
Gaya bahasa perbandingan yang mempergunakan kata-kata pembanding (seperti, laksana, bagaikan, penaka, ibarat, dan lain sebagainya) dengan demikian pernyataan menjadi lebih jelas.

Contoh :
Hidup tanpa cinta bagaikan sayur tanpa garam.
Wajahnya seperti rembulan. 
6. Simbolik
Gaya bahasa kiasan dengan mempergunakan lambang-lambang atau simbol-simbol untuk menyatakan sesuatu. Misal, bunglon lambang manusia yang tidak jelas pendiriannya; lintah darat lambang manusia pemeras; kamboja
lambang kematian.

Contoh :
Janganlah kau menjadi bunglon. 
7. Tropen
Gaya bahasa yang mempergunakan kata-kata yang maknanya sejajar dengan pengertian yang dimaksudkan.

Contoh :
Seharian ia berkubur di dalam kamarnya.
Bapak Presiden terbang ke Denpasar tadi pagi.
III. GAYA BAHASA PENENTANGAN

1. Anakronisme
Gaya bahasa yang mengandung uraian atau pernyataan yang tidak sesuai dengan sejarah atau zaman tertentu. Misalnya menyebutkan sesuatu yang belum ada pada suatu zaman.
 
Contoh :
Mahapatih Gadjah Mada menggempur pertahanan Sriwijaya dengan peluru kendali jarak menengah. 
2. Kontradiksio in terminis
Gaya bahasa yang mengandung pertentangan, yakni apa yang dikatakan terlebih dahulu diingkari oleh pernyataan yang kemudian.

Contoh :
Suasana sepi, tak ada seorang pun yang berbicara, hanya jam dinding yang terus kedengaran berdetak-detik. 
3. Okupasi
Gaya bahasa pertentangan yang mengandung bantahan dan penjelasan.

Contoh :
Sebelumnya dia sangat baik, tetapi sekarang menjadi berandal karena tidak ada perhatian dari orang tuanya.
Ali sebenarnya bukan anak yang cerdas, namun karena kerajinannya melebihi kawan sekolahnya, dia mendapat nilai paling tinggi. 
4. Paradoks
Gaya bahasa yang mengandung dua pernyataan yang bertentangan, yang membentuk satu kalimat.

Contoh :
Dengan kelemahannya, wanita mampu menundukkan pria.
Tikus mati kelaparan di lumbung padi yang penuh berisi.
IV. GAYA BAHASA SINDIRAN

1. Inuendo
Gaya bahasa sindiran yang mempergunakan pernyataan yang mengecilkan kenyataan sebenarnya.
 
Contoh :
la menjadi kaya raya lantaran mau sedikit korupsi. 
2. Ironi
Gaya bahasa sindiran paling halus yang menggunakan kata-kata yang artinya justru sebaliknya dengan maksud pembicara.

Contoh :
”Eh, manis benar teh ini?” (maksudnya: pahit). 
3. Sarkasme
Gaya bahasa sindiran yang menggunakan kata-kata yang kasar. Biasanya gaya bahasa ini dipakai untuk menyatakan amarah.

Contoh :
”Jangan coba-coba mengganggu adikku lagi, Monyet!”
“Dasar goblok! Sudah berkali-kali diberi tahu, tetap saja tidak mengerti!” 
4. Sinisme
Gaya bahasa sindiran semacam ironi, tetapi agak lebih kasar.

Contoh :
”Hai, harum benar baumu? Tolong agak jauh sedikit!”
Pengertian Kalimat Efektif
 
Kalimat efektif adalah kalimat yang mengungkapkan pikiran atau gagasan yang disampaikan sehingga dapat dipahami dan dimengerti oleh orang lain.

Kalimat efektif syarat-syarat sebagai berikut:
  1. Secara tepat mewakili pikiran pembicara atau penulisnya. 
  2. Mengemukakan pemahaman yang sama tepatnya antara pikiran pendengar atau pembaca dengan yang dipikirkan pembaca atau penulisnya.
Ciri-Ciri Kalimat Efektif

1.Kesepadanan
Suatu kalimat efektif harus memenuhi unsur gramatikal yaitu unsur subjek (S), predikat (P), objek (O), keterangan (K). Di dalam kalimat efektif harus memiliki keseimbangan dalam pemakaian struktur bahasa.

Contoh:
Budi (S) pergi (P) ke kampus (KT).
Tidak Menjamakkan Subjek
 
Contoh:
Tomi pergi ke kampus, kemudian Tomi pergi ke perpustakaan (tidak efektif)
Tomi pergi ke kampus, kemudian ke perpustakaan (efektif) 

2.Kecermatan Dalam Pemilihan dan Penggunaan Kata
Dalam membuat kalimat efektif jangan sampai menjadi kalimat yang ambigu (menimbulkan tafsiran ganda).

Contoh:
Mahasiswa perguruan tinggi yang terkenal itu mendapatkan hadiah (ambigu dan tidak efektif).
Mahasiswa yang kuliah di perguruan tinggi yang terkenal itu mendapatkan hadiah (efektif). 

3.Kehematan
Kehematan dalam kalimat efektif maksudnya adalah hemat dalam mempergunakan kata, frasa, atau bentuk lain yang dianggap tidak perlu, tetapi tidak menyalahi kaidah tata bahasa. Hal ini dikarenakan, penggunaan kata yang berlebih akan mengaburkan maksud kalimat. Untuk itu, ada beberapa kriteria yang perlu diperhatikan untuk dapat melakukan penghematan, yaitu:
a. Menghilangkan pengulangan subjek.
b. Menghindarkan pemakaian superordinat pada hiponimi kata.
c. Menghindarkan kesinoniman dalam satu kalimat.
d. Tidak menjamakkan kata-kata yang berbentuk jamak.

Contoh:
Karena ia tidak diajak, dia tidak ikut belajar bersama di rumahku. (tidak efektif)
Karena tidak diajak, dia tidak ikut belajar bersama di rumahku. (efektif)
Dia sudah menunggumu sejak dari pagi. (tidak efektif)
Dia sudah menunggumu sejak pagi. (efektif)

4.Kelogisan
Kelogisan ialah bahwa ide kalimat itu dapat dengan mudah dipahami dan penulisannya sesuai dengan ejaan yang berlaku. Hubungan unsur-unsur dalam kalimat harus memiliki hubungan yang logis/masuk akal.

Contoh:
Untuk mempersingkat waktu, kami teruskan acara ini. (tidak efektif)
Untuk menghemat waktu, kami teruskan acara ini. (efektif)

5.Kesatuan atau Kepaduan
Kesatuan atau kepaduan di sini maksudnya adalah kepaduan pernyataan dalam kalimat itu, sehingga informasi yang disampaikannya tidak terpecah-pecah. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk menciptakan kepaduan kalimat, yaitu:
a. Kalimat yang padu tidak bertele-tele dan tidak mencerminkan cara berpikir yang tidak simetris.
b. Kalimat yang padu mempergunakan pola aspek + agen + verbal secara tertib dalam kalimat-kalimat yang berpredikat pasif persona.
c. Kalimat yang padu tidak perlu menyisipkan sebuah kata seperti daripada tentang antara predikat kata kerja dan objek penderita.
 

Contoh:
Kita harus dapat mengembalikan kepada kepribadian kita orang-orang kota yang telah terlanjur meninggalkan rasa kemanusiaan itu. (tidak efektif)
Kita harus mengembalikan kepribadian orang-orang kota yang sudah meninggalkan rasa kemanusiaan. (efektif)
Makalah ini membahas tentang teknologi fiber optik. (tidak efektif)
Makalah ini membahas teknologi fiber optik. (efektif) 

6.Keparalelan atau Kesajajaran
Keparalelan atau kesejajaran adalah kesamaan bentuk kata atau imbuhan yang digunakan dalam kalimat itu. Jika pertama menggunakan verba, bentuk kedua juga menggunakan verba. Jika kalimat pertama menggunakan kata kerja berimbuhan me-, maka kalimat berikutnya harus menggunakan kata kerja berimbuhan me- juga.

Contoh:
Kakak menolong anak itu dengan dipapahnya ke pinggir jalan. (tidak efektif)
Kakak menolong anak itu dengan memapahnya ke pinggir jalan. (efektif)
Anak itu ditolong kakak dengan dipapahnya ke pinggir jalan. (efektif)
Harga sembako dibekukan atau kenaikan secara luwes. (tidak efektif)
Harga sembako dibekukan atau dinaikkan secara luwes. (efektif)

7.Ketegasan
Ketegasan atau penekanan ialah suatu perlakuan penonjolan terhadap ide pokok dari kalimat. Untuk membentuk penekanan dalam suatu kalimat, ada beberapa cara, yaitu:

a. Meletakkan kata yang ditonjolkan itu di depan kalimat (di awal kalimat).

Contoh:
Harapan kami adalah agar soal ini dapat kita bicarakan lagi pada kesempatan lain.
Pada kesempatan lain, kami berharap kita dapat membicarakan lagi soal ini. (ketegasan)
Presiden mengharapkan agar rakyat membangun bangsa dan negara ini dengan kemampuan yang ada pada dirinya.
Harapan presiden ialah agar rakyat membangun bangsa dan negaranya. (ketegasan)

b. Membuat urutan kata yang bertahap.

Contoh:
Bukan seribu, sejuta, atau seratus, tetapi berjuta-juta rupiah, telah disumbangkan kepada anak-anak terlantar. (salah)
Bukan seratus, seribu, atau sejuta, tetapi berjuta-juta rupiah, telah disumbangkan kepada anak-anak terlantar. (benar)

c. Melakukan pengulangan kata (repetisi).

Contoh:
Cerita itu begitu menarik, cerita itu sangat mengharukan.

d. Melakukan pertentangan terhadap ide yang ditonjolkan.

Contoh:
Anak itu bodoh, tetapi pintar.

e. Mempergunakan partikel penekanan (penegasan), seperti: partikel –lah, -pun, dan –kah.

Contoh:
Dapatkah mereka mengerti maksud perkataanku?
Dialah yang harus bertanggung jawab dalam menyelesaikan tugas ini.